Mencicipi Sensasi Pendakian Ke Puncak Burangrang. Untuk ketiga kalinya Nature Walk Bandung jalan-jalan asyik ke sebuah tempat yang memang punya daya tarik sendiri. Gunung Burangrang salah satunya dimana rangkaian pegunungan ini konon sisa letusan dahsyat gunung sunda di zaman prasejarah tentunya selain Gunung Tangkuban Perahu dan Gunung Bukit Tunggul. Berada diketinggian 2064 mdpl, menjadikan tempat ini ramai dikunjungi para pendaki pemula. Rencana awal memang hiking ke Puncak Mega Gunung Puntang, tapi karena sesuatu hal demi keselamatan mendadak di tutup untuk pendakian.
Jawabku, ah tak masalah kemanapun gunung yang akan didaki, yang penting bersama siapa mendakinya? Iya, dengan kamyu manteman kece Nature Walk Bandung grup asuhannya Dokter David Lineation DF Clinic. Untuk melakukan pendakian ini tentunya harus dengan persiapan yang matang, rajin olah raga tiap sabtu ga boleh absen,sehat mental dan fisik, dan tools yang mendukung untuk mendaki. Itu pesan seorang dokter.
Penampakan Gunung Burangrang
Karena Pendakian tektok niy, persiapannnya simple barang yang dibawa seperlunya saja. Perbekalan lengkap mulai dari makanan instan, celana ganti, jaket waterproof, cemilan, obat pribadi tak lupa air minum, kali ini bawa 6 botol 6oo ml. Duh berat sama air! Dan satu lagi, bekal kosmetik yang wajib saja “pinsil alis” dan sunblock.
Perbekalan minimalis
Pendakian Tengah Malam
Hari itu tiba, dengan skedul yang padat. Mulai dari menitipkan anak gadis , menghadiri reuni SMA meski setor wajah aja dan ketemu sahabat urusan kerjaan. Melelahkan rasanya belum juga berangkat, tapi seneng bisa ketemu dan menyelesaikan tugas. Menambah semangat pendakian malam itu. Meeting point di Lineation DF jam 11 malam, sambil menanti mobil jemputan sejenak menutup mata. Tak lama kemudian Kami pun berangkat menuju Kampung Legok.
Berkumpul di sebuah pos penjagaan, untuk meminta izin pendakian malam sambil menghangatkan tubuh di depan api unggun. Setelah bertemu dengan manteman dari Cianjur yang bakalan mendaki bareng. Setelah membagi tugas, ada bagian pemandu dan swiper, berdoa dan membentuk formasi barisan siap untuk melangkahkan kaki ke alam.
Menghangatkan tubuh
Pendakian malam memang seru, hanya nafas yang terdengar, suara binatang di hutan, sibuk dengan mengelola emosi dan nafas diri sendiri. Ditemani bulan purnama yang menerangi langkah demi langkah. Untuk menuju pos pertama mulai menyesuaikan dengan suasana alam sekitar, masih belum bersahabat. Medan jalan dengan tanah yang basah dan licin tetep harus waspada.
Di tengah hutan
Menuju pos 2 dan 3 mulai bersahabat dan bisa mengatur emosi diri, tubuh menjadi stabil, aku sibuk dengan mengajak ngobrol bayangan diriyang selalu meyakinkan bahwa kamu bisa dan kuat asalkan tetap tenang. Pendakian di tengah hutan, trek yang terjal, licin melewati jalanan yang sempit kiri kanan jurang, menambah sensasi tersendiri untuk selalu waspada dan fokus. Meski diselingi dengan tawa dan canda karena kejadian terpeleset, jatuh mewarnai pendakian.
Terus – terus memotivasi diri bahwa kita akan sampai ke puncaknya. Nah disini tantangannya. Rasa capek, napas ngos-ngosan, haus, itu bisa membuat semangat turun, bahkan menyerah dan berbalik kebelakang. Jangan sampai itu kejadian deh, kecuali kalau kesehatan kita memang sudah sangat tidak memungkinkan. Ibaratnya jangan mengeluh sepanjang pendakian, lelah iya namun tetep dinikmati.
Ga berasa sudah subuh lagi, langit sudah mulai terang
Trek menuju Puncak Burangrang sebenernya lebih gampang dibandingkan dengan Puncak Gunung Manglayang. Tapi karena beberapa hari ini musim hujan tanah basah dan licin membuat kaki ini beberapa kali tak seimbang, kadang nyangkut di akar-akar yang licin. Pendakian menuju puncak burangrang ini buatku adalah suatu pembelajaran, bagaimana kita mengelola emosi untuk tetap stabil , lebih sabar, tersenyum dan bahagia tentunya.Karena di alam kita bakalan mengenal karakter aslinya masing-masing. Dan yang terlebih penting adalah tentang kesolidan, bahu membahu dengan sesama Pendaki lainnya untuk menginjak puncak bersamaan.
Mengintip sunrise sepanjang perjalanan puncak..
Sudah mulai siang, langit cerah
Ah Indah banget ya
Langit memerah merona, tanda sunrise akan muncul
Puncak Burangrang
Akhirnya dengan penuh perjuangan yang melelahkan sampai juga di Puncak, meski ga kekejar untuk selfie bareng sunrise, yeay tetap aku menang melawan diri sendiri! Bertemu dengan pendaki lainnya yang lagi camping, menyapa rasanya puas bisa berada di Puncak Burangrang. Menikmati Keindahan alam yang tersaji lewat hijaunya hutan, sepinya puncak gunung dan misteriusnya lembah, terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja.
Tapi yang jelas, setelah sampai di atas, semuanya kelelahan itu akan terbayar, berganti dengan rasa senang, gembira, takjub, melihat semua keindahan yang ada didepan mata, begitu indah.
Lagi mengobrol dengan diri sendiri, menyadari saat ini, kini berada di atas puncak
Apa yang kamu cari ketika perjalanan itu panjang dalam pendakian gunung?
Apa yang kamu dapatkan setelah semuanya terbentang luas didepan matamu?
Apa yang kamu hirup ketika udara dingin mulai menusuk hingga ke tulang rusukmu?
Apa yang kamu rasakan ketika kamu dan teman2 mu mulai merasakan kelelelahan, berat, haus dan cape?
Bukan hanya keindahan yang akan kamu cari dan dapatkan di sana.
Tapi perjalananmu adalah ketika kamu mendapatkan Rasa syukur Mu pada Sang Pencipta Alam Semesta
Sisa-sisa sunrise
Sejenak istirahat, berhammock santai
Berada diketinggian 2064 mdpl, dingin sampai ke tulang rusuk tiduran di hammock
Suka banget sama pohon kering ini, tumbuh menjulang tinggi
Penampakan Situ Lembang dari Puncak Burangrang
Penghargaan Oma Gembrot
Sepanjang pendakian ini Kami para cewek kece mendapatkan penghargaan sebagai Oma Gembrot dan Oma Bawel . Gara-gara ada yang pake alat bantu tongkat persis Oma-Oma. Terima kasih ya Dok, itu tanda sayang dan menyindir untuk selalu tetep jaga badan dan olah raga dan pola hidup sehat agar seimbang. Padahal yang gembrot cuma satu, hahaaa.
Yuk, lihat aksi Oma-Oma kece niy. Memang Kami tak muda lagi, tapi masih diberi kesempatan untuk mencicipi puncak burangrang. Dan temen-temen pendaki sepanjang jalan pun pada salut sama Kami, karena tak ada perempuan seusia Kami sampai ke puncak saat itu. Yang ada mahasiswi2 semua.
Ini Oma-Oma tepar, masa Kami dibilang ikan sepat lagi berjemur, teganya Uki
Yeay, Kami Oma Gembrot Kece
Seruu ya Omaa
Sejenak istirahat memejamkan mata. Lalu explore sekitar, menyapa alam dengan kesendirian masih asyik sibuk dengan bayangan diri sendiri. Dan, waktunya sarapan pagi, cukup secangkir kopi, nasi goreng plus telor rebus dan minum madu semoga menambah energi untuk turun gunung nanti. Saling kirim makanan ke pendaki sebelah, padahal mah biar ga berat bawa lagi turun.
Kece banget bajunya warna warni
Formasi lengkap bareng Manteman pecinta alam dari Cianjur
Konon katanya kalau sudah berada di puncak gunung jangan terlalu lama, nanti keburu malas-malasan. Tiga jam sudah cukup merasakan tubuh ini berenergi kembali.
Marii turun gunung
Waktunya Turun Gunung
Menuruni gunung mau ga mau harus dilakukan, karena ga mungkin dong kita main lompat dari puncak. Dan perhatian khusus pun perlu diberikan ekstra. Saat turun jangan senang dulu, perkiraan turun gunung tuh kayak yang gampang padahal menahan beban tubuh supaya tetep seimbang di jalan yang curam, bebatuan, akar-akar pohon, semak-belukar. Ini lebih menguras energi juga dan bikin sakit kaki, karena lutut menjadi tumpuannya. Melalui pos 3 masih pada semangat donk, setelah itu terpeleset, tergelincir, terkilir, terguling, kaki nyangkut di akar, jatuh sampai mengecap bokong menjadi sensasi ketika turun gunung.
Petualangan Oma-Oma Gembrot ketika turun gunung
Canda tawa tetep ya, bikin ga fokus alhasil banyak “cap bokong” menghiasai tanah burangrang. Apalagi yang di depanku Oma bawel banget, udah diem, dan rasanya ga kuat denger kicauannya tentang cara mengijak kaki yang pas agar cepat mengikuti pemandunya. Lakban mana lakban! Hayati lelah Bang Ganzar..
Pemandu Kami Den Ganzar, maafkan Oma-Oma yaa!
Ga konsen dengan turunan yang terjal, makin panjang lereng gunung yang dituruni, makin cepet pula terseret kebawah.Mendaratkan kaki di batu atau menancapkan tumit kaki ke tanah yang gembur, belakang akar pohon dan dedaunan yang kering menutupi tanah akan mengindari untuk tergelincir atau ngecap bokong. Menjaga berat tubuh agar tetap di atas kedua kaki alias ga doyong ke depan.
Dekil, kumal tapi tetep wangi
Sempat merasakan lutut gemetar, benar saatnya turun gunung ini menguras tenaga, rasanya haus terus dan lapar. Sejenak istirahat dan ngemil yang manis-manis menambah energi dan kembali melanjutkan perjalanan panjang. Sampai pada pertengahan jalan giliran aku swiper jaga bagian belakang, setelah buang air kecil, Mbayuku sudah ga kuat jalan lagi, langkah-langkahnya mulai goyah dan mulai tertatih , wajahnya udah pucat. Tetep memberikan energi semangat 2017, istirahat sejenak sekedar memberi stretching. Sedih iya, pengen ketawa iya karena omongannya dah ngaco. Haduh Omaa, ini ada cerita Oma Tertatih ke Puncak Burangrang
Akhirnya dengan langkah pelan dan pasti sampai juga di warung tempat jemputan berada. Yihaaa!! Dan predikat Oma Gembrot dan Oma Bawel pun kini sekedar kenangan dan pengingat pada pendakian puncak burangrang.
Meski melelahkan, namun kegiatan mendaki gunung atau hiking memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Tak cuma bagi kebugaran fisik, tapi kegiatan hiking dianggap efektif untuk kesehatan mental. Seperti mengurangi stress dan depresi membuat bahagia tentunya, menyegarkan pikiran, dan menghilangkan penat karena rutinitas. Selain itu, mendaki juga menawarkan manfaat lainnya seperti menghilangkan suasana hati yang buruk.
Ciyuus, I’am Happy
Jadi mulai sekarang sebagai Oma-Oma gak perlu takut lagi dengan yang namanya mendaki bahkan sampai dekil, kostum penuh dengan tanah basah. Tapi dekil juga menandakan “pendaki amatir” yang sejati eeea !.
Alhamdulillah bisa mencicipi puncak burangrang dengan selamat dan happy. Ini adalah Pelajaran Hidup yang bisa dimbil dari Traveling ke alam.
Salam Lestari,
Comments (29)
Astin Astanti
October 17, 2017 at 3:09 PMSubhanalloh, indahnya gambar gambarnya teh. Aku mendaki ke lantai 2 aja kadang ngos ngosan, apalagi tangganya yg nanjak. What? ndaki ke lantai 2?qiqiqii. Oma oma tetep semangat yaaa, keren abis deh teh, mampu menaklukkan malas menjadi jiwa petualang, dari muda niy hiking gitu?
nchiehanie
October 17, 2017 at 5:19 PMHahhaa…Oma-Omanya berjiwa muda Maak!
Engga dari muda, cuma dari mudanya seneng jalan jalan ke alam aja.
Udah Oma-Oma naik gunungnya hahhaaa
Matius Teguh Nugroho
October 17, 2017 at 4:43 PMBelom pernah ke gunung ini, tapi pernah baca cerita pendakiannya Acen, gunungnya “cuma” 2.000-an mdpl tapi medannya lumayan, teh.
Sunrise-nya cakep! Aku kasih penghargaan Oma Keren deh 😀
nchiehanie
October 17, 2017 at 5:17 PMiya banget, medannya nanjak mulu ga ada ratanya.
Tapi seruu banget!
Utie adnu
October 17, 2017 at 4:59 PMSerunya teh,,,,, dah lama bngt ini gk traveling aplg ke gunung pingin explore dah lama gk mrasakn sensasinya,,,
nchiehanie
October 17, 2017 at 5:18 PMIya, hayu atuh kapan2 kopdarnya sambil naik gunung kayanya lebih seru ya Teeeh
Alaika
October 17, 2017 at 6:15 PMPendakian yg penuh perjuangan, seru dan solid, ya Chie? Lelahnya teramat sangat, tapi makna yang terbentuk di baliknya sungguh luar biasa.
Trims untuk setia menemani di dalam kelelahanku ya, cyin!
Jadi kapan kita naik lagi? 😂
nchiehanie
October 17, 2017 at 8:21 PMHahahhaaa…katanya kapok mba? yakin mau naik lagi?
Okti Li
October 17, 2017 at 6:53 PMDitunggu reportase lainnya dengan akhiran salam lestari 🙂
sayang ya gak jadi bagian oma bawelnya hahaha…
Selain kalau ke Burangrang kami sudah pernah, juga karena kebetulan suami minggu pagi ada urusan jadi kami batal ikut…
nchiehanie
October 17, 2017 at 8:22 PMwkwkwkkww..salam lestari!
hahhaa, iya kayanya kalo teh Okti ikut, ntar aku bawa lakban lebih banyak deh
Relinda Puspita
October 17, 2017 at 9:46 PMSuper Bubur!
Sama, mbak, bawaaan kita.
Modal air panas doang.
Anindita Ayu
October 17, 2017 at 9:48 PMPengej pengen pengen nyobain mendaki gunung juga mbak, seru banget pasti ya..
Apa daya, setiap diajakin pasti ada aja halangannya >.<
nchiehanie
October 18, 2017 at 9:51 PMbelom waktunya, nanti insyallah kalo ada kesempatan yang pas pasti bisaaaa!
Hayuuu sini ke Bandung, naik gunung bareng..
Inda Chakim
October 18, 2017 at 6:43 AMKebayang udaranya teh. Pasti seger bgd. Bakal betah duduk2 disitu smbil natap pemandangan burangrang. Pengeeeennn
nchiehanie
October 18, 2017 at 9:51 PMiyaa betaah,asalkan jangan panas Mbaaa
Pulang langsung fresh
Tuty Queen
October 18, 2017 at 8:54 AMPerbekalannya serba kuning teh cakep :). Lihat foto-fotonya berasa banget ademnya.
nchiehanie
October 18, 2017 at 9:51 PMhahhaaa..si kuning melayang Maak
rani yulianty
October 18, 2017 at 10:49 AMWhuaaa…teteeeh kereen banget, pengen deh, ntarlah kalau krucil udah agak gedean dikit dan bisa ditinggal hehehehe
nchiehanie
October 18, 2017 at 9:52 PMHayu..
Iya lah kasian duo balita ditinggalin, tenang bakalan ada masanya nanti emaknya olangan
Cerita Bunda
October 18, 2017 at 10:50 AMPengen banget bisa mendaki gunung, semoga kelak bisa
nchiehanie
October 18, 2017 at 9:52 PMinsyaallah bisaaa
Nanti aku samper ya Bun hahaa
Agung Rangga
October 18, 2017 at 9:34 PMWiiih, asik euy bisa kemping di gunung seindah Burangrang! Keren banget teh! 😀
nchiehanie
October 18, 2017 at 9:53 PMAsiik banget Ranggaa, ayoo ikotan
Vindy Putri
October 24, 2017 at 6:14 PMSehat banget bisa naik gunung! Aku kok bayanginnya udah ngosh-ngoshan duluan hehehe.. aku seumur hidup belum naik gunuuung.. 🙁
nchiehanie
October 25, 2017 at 4:17 PMwaaakkakakaka..Vindy masih muda, ayoo olah raga biar ga ngos2an!
Lusi
October 25, 2017 at 7:57 PMDahsyat pemandangannya. Tapi aku pasti nggak kuat deh heheee
nchiehanie
October 26, 2017 at 12:54 AMhahahahaa…ayo kuaat,,ntar tak gendong eeh..
D I J A
October 26, 2017 at 11:31 AMwow…mama olive nih keren banget deh
aku belom pernah mendaki gunung sampai ke puncak
nchiehanie
October 27, 2017 at 6:46 AMHayu,Dija nanti kalo dah gede bisa ikutan nyobain, seruu loh!